Tata Kelola Dan Perlindungan Konsumen Tetap Jadi Prioritas OJK Di Tengah Penyesuaian Aturan

Kamis, 04 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Nora Jane
Pemberian masa transisi bagi LKM tidak mengurangi fokus OJK pada prinsip tata kelola yang baik dan perlindungan konsumen, yang justru dijamin melalui pendekatan pengawasan yang lebih realistis.

Jakarta - Di balik kebijakan memberikan kelonggaran waktu bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap menjunjung tinggi prinsip fundamental pengawasan. Penerbitan POJK Nomor 25 Tahun 2025 tentang Perubahan atas POJK Nomor 49 Tahun 2024 justru mempertegas komitmen OJK untuk memastikan LKM beroperasi dengan tata kelola yang baik dan perlindungan konsumen yang memadai. Penyesuaian teknis pada masa penerapan parameter rasio ekuitas ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan terwujudnya prinsip-prinsip tersebut secara lebih substantif dan berkelanjutan.

Langkah penyesuaian aturan ini berangkat dari diagnosis yang mendalam. OJK menyadari bahwa LKM yang terburu-buru memenuhi rasio permodalan di bawah tekanan waktu yang ketat berpotensi mengambil langkah berisiko atau mengabaikan aspek tata kelola. Misalnya, dengan mencari modal instan dari sumber yang tidak sehat atau mengurangi kualitas proses due diligence dalam penyaluran pembiayaan. POJK 25/2025 mencegah skenario demikian dengan meredam tekanan waktu tersebut.

Dengan masa peralihan tambahan, LKM diharapkan dapat melakukan perkuatan modal melalui cara-cara yang sehat dan terencana. Proses ini dapat melibatkan negosiasi dengan pemegang saham untuk penyertaan modal, pencarian investor strategis, atau optimalisasi laba ditahan. Semua opsi tersebut memerlukan proses tata kelola yang baik, seperti rapat dewan yang komprehensif dan transparansi kepada pemangku kepentingan. Dengan kata lain, regulasi baru ini mendorong praktik tata kelola yang baik sebagai jalan keluarnya.

Dari sisi perlindungan konsumen, LKM yang stabil permodalannya akan lebih mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Nasabah, yang sebagian besar adalah masyarakat berpenghasilan rendah, sangat bergantung pada keberlanjutan lembaga ini untuk akses pembiayaan dan layanan keuangan lainnya. LKM yang tidak terburu-buru dan memiliki fondasi kuat kecil kemungkinannya melakukan praktik yang merugikan konsumen, seperti membebankan biaya tinggi secara sembunyi-sembunyi karena tekanan likuiditas.

OJK melalui pernyataan resminya menegaskan bahwa pengawasan yang diterapkan tetap mengacu pada prinsip proporsional, responsif, dan adaptif. Prinsip adaptif inilah yang diwujudkan dengan memberikan waktu tambahan, namun tetap disertai dengan pengawasan intensif terhadap rencana perbaikan yang disusun masing-masing LKM. OJK tidak sekadar memberi kelonggaran, tetapi akan memastikan bahwa kelonggaran tersebut dimanfaatkan untuk perbaikan yang benar.

Pendekatan ini selaras dengan semangat untuk membangun ekosistem keuangan mikro yang tidak hanya besar, tetapi juga berkualitas dan bertanggung jawab. Kesehatan sebuah lembaga keuangan tidak semata-mata diukur dari angka pada rasio tertentu pada suatu waktu, tetapi dari proses dan konsistensinya dalam mematuhi prinsip kehati-hatian serta melayani konsumen dengan adil.

Dengan demikian, POJK 25/2025 dapat dilihat sebagai instrumen strategis OJK untuk mengangkat standar tata kelola dan perlindungan konsumen secara praktis. Regulasi ini memahami bahwa fondasi yang kuat memerlukan waktu untuk dibangun, dan hasilnya akan menjadi LKM-LKM yang tidak hanya compliant secara regulasi, tetapi juga unggul dalam memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan perekonomian nasional.

(Nora Jane)

Baca Juga: Pemerintah Beberkan Beban Subsidi Besar Di Balik Harga Pertalite Rp 10.000
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.